Rabu, 11 Februari 2009

peranan Department of Human Resources Development (HRD) sangatlah penting sehingga adanya suatu kebijakan/ ketentuan personalia yang memadai adalah suatu keharusan mutlak. Sedangkan fungsi Internal Audit hanya dapat membantu melakukan pencegahan terjadinya “employee fraud” maupun “management fraud” melalui kegiatan :
ü Proaktif : mendorong untuk dijalankannya/ ditepatinya ketentuan/ prosedur yang telah ditetapkan
perusahaan, melalui kegiatan audit rutin termasuk konsultansi/ pembinaan dan juga berpartisipasi dalam program pendidikan & pelatihan dibidang risk management, control dan corporate governance untuk dapat merubah jalan pemikiran (mindset) kearah yang lebih positif.
ü Preventif : melakukan pencegahan sedemikian rupa untuk mempersulit terjadinya management fraud. Dalam hal ini diperlukan kerjasama terpadu antara fungsi Internal Audit, HRD dan departemen lain yang terkait untuk bersama-sama menyusun program tsb. Dalam hubungan ini juga diperlukan suatu penilaian terhadap risiko yang dapat menimbulkan terjadinya fraud dan upaya memahami dampak fraud sehingga dapat disusun suatu ketentuan/ prosedur pencegahan timbulnya fraud.
ü Investigasi : Dalam hal kedua kegiatan tsb diatas ternyata tidak efektif maka barulah dilakukan suatu tindak investigasi yang lebih detail untuk memperoleh jumlah kerugian sebagai akibat terjadinya fraud, siapa saja yang terlibat, modus operandi, sebab-sebab yang memungkinkan terjadinya fraud sebagai bahan perbaikan ketentuan/ prosedur dan pencegahan dikemudian hari. Dalam hal ini diperlukan tenaga internal auditor yang lebih kompeten dalam kegiatan investigasi. Dia harus pula memahami prinsip-prinsip alat bukti/ pembuktian untuk keperluan litigasi/ hukum/ pengadilan serta tindak lanjut hasil audit yang jelas dan tegas dari Direksi/ Komisaris.
Kemudian, Perusahaan harus mempunyai hotline atau jalur komunikasi khusus yang tersedia kapan saja untuk mendengarkan keluhan dan aduan dari para pegawai/pejabat ataupun pihak luar perusahaan yang mengadukan suatu tindakan apa pun yang menyangkut kecurangan atau penyalahgunaan data/informasi/aset/wewenang/otorisasi, dan lain sebagainya, yang disebut whistleblower yang umumnya dilakukan oleh pihak yang lemah dan yang terdiskriminasi yang telah lama mengetahui terjadinya fraud namun tidak mempunyai daya untuk melaporkannya.
Juga harus diingat bahwa fraud tidak dapat dihilangkan sama sekali. Pihak manajemen harus mempunyai kebijakan zero tolerance to fraud (tidak ada toleransi terhadap fraud) dengan memberikan sanksi yang tegas dan keras serta berlaku secara konsisten (equal) antara satu pegawai/pejabat dengan yang lain dari suatu periode ke periode.
Namun kesemuanya itu tidaklah ada artinya apabila tidak disertai dengan “law enforcement” yang jelas, tegas, konkrit dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, independensi dan keadilan/ kewajaran yang diterapkan secara konsisten dan konsekuen. Jangan sampai timbul kesan bahwa apabila yang melakukan adalah manager atau staff dapat saja dimaafkan. Tetapi kalau pelakunya adalah “wong cilik” langsung diproses sesuai hukum.

0 komentar:

Posting Komentar